Melaksanakan tugas belajar dan mengajar dimasa pandemi Covid 19 bukanlah perkara yang mudah, sebab proses belajar mengajar semestinya memerlukan interaksi yang intens antara guru dan siswa, interaksi ini menghasilkan pengalaman belajar dari stimulus yang terus menerus diberikan oleh guru kepada siswa, masalahnya interaksi yang intens dapat menimbulkan kontak baik fisik maupun verbal antara guru dan siswa hal ini tentu saja bertentangan dengan protocol kesehatan pencegahan penyebaran COVID 19. Kontak fisik seperti berjabat tangan dan bersentuhan adalah salah satu media penularan COVID-19, karena kita tidak pernah tahu ada berapa banyak kuman, virus, maupun bakteri ditangan kita dan lawan bicara. Makanya, sebisa mungkin hindari kontak fisik secara langsung. Sebab dampak yang dihasilkan dari penularan COVID 19 ini sangat berbahaya virus corona ini bisa menyebabkan ganguan ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru yang berat, hingga kematian. Tidak dapat dibayangkan jika penyebaran virus ini terjadi dan massif di setiap satuan pendidikan dan menyebar luas sehingga menjangkiti guru maupun siswa maka kemungkinan – kemungkinan terburuk bisa saja terjadi.
Hal tersebut membuat beberapa negara menetapkan kebijakan untuk memberlakukan lockdown dalam rangka mencegah penyebaran virus corona. Di Indonesia sendiri, diberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menekan penyebaran virus ini. Implikasi dari kebijakan ini membuat semua kegiatan dari bekerja hingga belajar mengajar dilakukan dari rumah. Seluruh siswa tidak lagi diperkenankan datang kesekolah karena dapat menciptakan kerumunan oleh karenanya hamper diseluruh daerah di Indonesia mulai menerapkan metode belajar dengan sistem daring (dalam jaringan) atau online.
Sistem pembelajaran daring (dalam jaringan) merupakan sistem pembelajaran tanpa tatap muka secara langsung antara guru dan siswa tetapi dilakukan melalui online yang menggunakan jaringan internet. Guru harus memastikan kegiatan belajar mengajar tetap berjalan, meskipun siswa berada di rumah. Solusinya, guru dituntut dapat mendesain media pembelajaran sebagai inovasi dengan memanfaatkan media daring (online). Hal ini sesuai dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia terkait Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19). Sistem pembelajaran dilaksanakan melalui perangkat personal computer (PC) atau laptop yang terhubung dengan koneksi jaringan internet. Guru dapat melakukan pembelajaran bersama diwaktu yang sama menggunakan grup di media sosial seperti WhatsApp (WA), telegram, instagram, aplikasi zoom ataupun media lainnya sebagai media pembelajaran. Dengan demikian, guru dapat memastikan siswa mengikuti pembelajaran dalam waktu yang bersamaan, meskipun di tempat yang berbeda.
Jika dikaji lebih mendalam baik pembelajaran Darring (Online) maupun Luring (Offline) punya kelebihan dan kekurangan, namun disaat pandemic seperti ini guru harus bijaksana tidak mengeluh dan harus mampu melakukan inovasi dalam pelaksanaan pembelajaran baik Darring maupun luring, terkait dengan pembelajaran daring dewasa ini banyak pengeluhan yang muncul baik dari siswa maupun orang tua permasalahannya pembelajaran seperti ini dinilai tidak efektif dan maksimal, orang tua merasa terbebani dengan harus melaksanakan proses pembelajaran mandiri dirumah yang artinya menggantikan peran guru disekolah, sementara jika dilihat dari kualifikasi pendidikan dan pengalaman orang tua dalam melaksanakan proses pembelajaran sungguh minim, dimata orang tua guru terkesan hanya memberi tugas secara daring tanpa memberikan penjelasan yang kompleks tentang materi atau tugas yang diberikan, alhasil orang tualah yang dituntut menggantikan peran guru tersebut. Disisi lain pembelajaran daring terkesan sangat membosankan bagi siswa karena hanya berisikan tugas yang akan dilaksanakan selama satu hari atau seminggu sekali, maka tidak heran kalau beberapa siswa lebih memilih memainkan game online atau medsos ketimbang mengerjakan tugas yang sudah diberikan. Pembelajaran daring semestinya menjadi sebuah pembelajaran yang sangat menyenangkan, Pembelajaran menyenangkan merupakan suasana belajar mengajar yang dapat memusatkan perhatiannya secara penuh saat belajar sehingga curah waktu perhatiannya (time on task) tinggi. Pembelajaran menyenangkan dapat diartikan sebagai pembelajaran yang dapat menarik perhatian siswa dengan berbagai metode yang diterapkan, sehingga saat pembelajaran berlangsung siswa tidak merasa bosan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pembelajaran menyenangkan adalah suatu proses pembelajaran yang berlangsung dalam suasana yang menyenangkan dan mengesankan. Suasana pembelajaran yang menyenangkan dan berkesan akan menarik minat peserta didik untuk terlibat secara aktif, sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai maksimal. Tujuan belajar adalah memperoleh dengan suatu cara yang dapat melahirkan suatu kemampuan intelektual, merangsang keingintahuan, dan memotivasi peserta didik. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran yang berkualitas dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya, metode yang digunakan (Sutrisno, 2011: 39). Untuk mendukung hal ini guru berperan sebagai fasilitator yang harus mampu merencanakan sedemikian rupa sehingga seluruh potensi peserta didik terpenuhi. Dengan demikian, indikator belajar adanya perubahan pada pengetahuan, tindakan dan perilaku seseorang yang dapat dilihat dari proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu. Kegiatan yang dilaksanakan anak dalam bentuk belajar selalu berwujud bermain, hal ini disebabkan karena bermain memang merupakan jiwa anak itu sendiri. Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan berulangulang dan menimbulkan kesenangan/kepuasan bagi diri seseorang. Bermain juga merupakan sarana sosialisasi yang dapat memberi anak kesempatan untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi, dan belajar secara menyenangkan. Bermain dijadikan sebagai salah satu alat utama yang menjadi latihan untuk pertumbuhannya. Bermain dikatakan medium karena anak mencobakannya dan tidak hanya di dalam fantasinya, tetapi nyata aktivitas yang dilakukan anak (Conny R. Semiawan, 2008: 20). Merujuk dari beberapa pendapat diatas semestinya guru semestinya dapat memanfaatkan berbagai macam plafom media social dalam melaksanakan proses pembelajaran sehingga siswa dapat malakukan proses belajar namun kesannya memainkan plafom medsosnya, contoh guru dapat menggunakan platform video pendek tiktok dalam membuat penjelasan terkait materi pembelajaran, video penjelasan tersebut selayaknya dibuat semenarik mungkin, kemudian output / tugas dari proses pembelajran saat itu dapat dibuat siswa menggunakan platform media social yang sama, selain tiktok guru juga dapat memanfaatkan youtube, facebook, dan berbagai platform media social lainnya sehingga siswa dapat belajar namun terasa seperti bermain menggunakan media social. Selain itu guru juga harus sadar bahwa penentuan standar pembelajaran saat pandemic seperti ini haruslah dikaji ulang standarnya tidak harus sama atau setinggi dengan saat pembelajaran tatap muka, namun juga tidak terkesan hanya standar yang formalitas semata. Penggunaan media social juga seharusnya bisa semakin memudahkan dalam proses pembelajaran. Lewat sosial media, para siswa mampu secara aktif bisa lebih kreatif dan mandiri sehingga kualitas pelajaranpun bisa semakin meningkat baik dan segi pengetahuan maupun kualitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar